Laundry Show Film Indonesia (2019)
Laundry Show adalah sebuah film adaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Uki Lukas. Tampaknya, apa yang diceritakan pada film dan novelnya adalah pengalaman sang penulis dalam membangun usaha laundry. Pengalaman usaha yang diceritakan Uki bukanlah sebuah pengalaman biasa hingga seorang Rizki Balki tertarik untuk membuat versi filmnya. Dengan naskah film yang turut ditulis oleh Upi, film ini menjadi sebuah komedi yang tidak hanya menghibur, tetapi menginspirasi dalam menentukan karir. Mengapa?
Laundry Show menceritakan Uki (Boy William), seorang karyawan yang rajin dan disiplin. Uki merasa bahwa karirnya tidak berkembang dan diperlakukan tak adil oleh atasannya di kantor. Berkat menonton sebuah acara motivasi, Uki akhirnya keluar dari tempat kerjanya dan mendirikan usaha jasa laundry. Keputusan itu diambil karena Uki ingin menjadi seorang bos dan mengetahui berbagai cara menghilangkan noda pakaian dari sang ibu. Uki sadar bahwa mendirikan usaha bukanlah keputusan yang mudah tatkala ia mendapatkan para pegawai yang susah diatur. Ditambah lagi, Agustina (Gisella Anastasia) datang sebagai kompetitor usahanya. Laundry milik Agustina memiliki pelayanan dan mesin yang lebih canggih dan bertempat di sebrang tempat usaha Uki.
Keunikan film ini salah satunya terdapat pada ansambel karakternya yang beragam. Orang-orang yang bekerja dengan Uki dan Agustina berasal dari berbagai etnis sementara bos mereka jelas keturunan Tionghoa berdasarkan panggilan mereka, Koko dan Cici. Kita akan mendengar berbagai logat dari masing-masing pegawai selain watak mereka yang sudah khas. Unsur keberagamaan ini menjadi senjata masing-masing karakter komedian untuk melemparkan candaan mereka mesti kebanyakan gagal membuat saya tertawa. Film pun sempat memiliki latar ketika bulan puasa yang makin menunjukkan keberagaman para tokoh. Dengan demikian wajar jika ada yang beranggapan bahwa film ini lebih baik ditayangkan saat bulan puasa.
Dalam naskahnya, motivasi kedua karakter utama dibuat dengan sangat jelas. Uki adalah karyawan berkarir stagnan dan merupakan korban persaingan tak sehat di tempat kerjanya. Ia membenci bosnya yang tidak adil, tetapi film lebih melirik koleganya yang toxic yang kemudian membuat Uki ingin berhenti kerja. Laundry pun dipilihnya sebagai usaha yang akan ia rintis berkat memori masa kecilnya bersama sang ibu. Uki sungguh-sungguh membangun usahanya dari nol sampai merelakan tabungan dan harta lainnya. Oleh karena itu, keberlangsungan usaha miliknya ibarat hidup dan matinya. Uki sudah memiliki bisnis yang sejalan dengan passion-nya, sayang berbagai hambatan langsung ia temui. Uki kesulitan mengurus para karyawannya yang kebayakan minim etos kerja dan juga memiliki kompetitor yang pelayanannya lebih baik. Namun akan ada suatu momen dimana kita akan mengerti mengapa Uki masih ingin mempekerjakan para karyawannya alih-alih memecatnya. Bayangannya tentang menjadi bos lalu kaya raya dan hidup bahagia yang ia dapat dari motivator di TV pun sirna.
Sementara itu, laundry milik Agustina tampak lebih modern dan dirinya pun seorang yang berada. Namun ia pun punya motivasi untuk memiliki usahanya sendiri. Baik Uki dan Agustina memiliki “tetapi” masing-masing dalam menjalani usahanya. Namun, tetapi persoalan Agustina lebih mendapatkan penyelesaian di akhir film. Sementara itu, penyelesaian yang didapatkan Uki lebih terhadap hubungannya dengan sang ibu dan Agustina. Padahal sejak awal kita sudah diarahkan untuk lebih simpati kepada Uki.
Pada dasarnya film ini ingin berbagi pesan untuk berbagai pekerja dan tidak tampil menggurui dalam mengajak membangun usaha sendiri. Bertahan di zona nyaman menjadi pegawai kantoran bukanlah suatu kesalahan. Begitu juga jika membangun usaha sendiri baik demi menyambung hidup maupun mengaktualisasikan diri. Yang terpenting, motivasi tersebut harus datang dari diri kita sendiri, bukan petuah orang lain. Film pun sempat mengajak kita menertawakan petuah motivator dimana ketika menerapkannya tidak semudah mengucapkannya.
0 comments: